Selasa, 19 Juli 2011

DETOKSIFIKASI OPIOID CEPAT DENGAN ANESTESIA (DOCA)

DOCA adalah cara mutakhir detoksifikasi opioid yang efektif dan aman yang berkembang saat ini untuk penanggulangan awal ketergantungan opioid. Cara ini akan mengeluarkan opioid dengan cepat dan sebanyak mungkin dari reseptornya di otak yang dipicu oleh obat lawannya (antagonis opioid) selama kurang lebih 4-6 jam. Karena pengaruh obat antagonis opioid lebih kuat daripada opioid itu sendiri di reseptornya maka secara kompetitif opioid dipaksa keluar dari tubuh.
Dengan demikian dipastikan akan berdampak putus opioid yang jauh lebih hebat daripada yang biasanya dialami. Karena itu sangat manusiawi bila cara ini dilakukan dengan pembiusan sehingga pasien tidak merasakan gejala putus opioid yang dipicu oleh antagonisnya.

Peran Obat Antagonis Opioid
Karena berpengaruh lebih kuat di tingkat reseptor maka obat ini akan menghambat semua efek opioid termasuk kenikmatan atau euforia maupun analgesia. Dengan demikian pemakaian antagonis opioid secara teratur selama kurun waktu tertentu akan meniadakan gejala putus opioid sekaligus mengurangi serta meng-hilangkan ketagihan atau craving. Misalnya 50 milligram tablet naltrekson dapat menghambat efek 25 milligram heroin murni yang setara dengan 62.5 milligram morfin.

Periode Terapi Obat Antagonis Opioid
Secara statistik lama terapi perawatan (maintenance therapy) dengan obat anta-gonis opioid bergantung pada lama pemakaian opioid. Misalnya seseorang telah me-makai heroin selama kurang lebih 3 tahun maka dianjurkan terapi rumatan naltrekson rutin tiap hari adalah 10 bulan. Namun rata-rata dibutuhkan waktu berkisar 1 tahun dalam rumatan naltrekson untuk menata sugesti atau manajemen craving bersama-sama dengan intervensi psiko-sosial-spiritual oleh ahlinya masing-masing. Sehingga pe-nanggulangan ketergantungan opioid merupakan satu kesatuan.

Pengguna DOCA
DOCA hanya berguna untuk terapi ketergantungan opioid bukan untuk zat adiktif lainnya seperti shabu (metamfetamin), ganja, alkohol atau kokain. Namun demikian Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB.IDI) menganjurkan DOCA. dilakukan pada kasus-kasus keter-gantungan opioid sebagai berikut:
• Mereka dengan tingkat keparahan putus opioid 2 dan 3 pada skala Himmelsbach yaitu antara lain adanya gejala merasa sakit seluruh tubuh, panas dingin, gemetaran, mual, dsb.
• Mereka takut dengan cara detoksifikasi lain atau menghendakinya.

Syarat Pengguna DOCA
Memang DOCA mempunyai syarat medis tertentu yang membatasi agar tidak terjadi komplikasi berat yaitu termasuk tidak sedang hamil, tidak menderita hepatitis akut, tidak mengalami gangguan jiwa berat (psikosis) atau tidak sakit parah lainnya yang berisiko dengan anestesia seperti infeksi jantung, infeksi paru-paru atau gagal ginjal.

Persiapan DOCA
Modal utama persiapan DOCA adalah motivasi atau keinginan mau sembuh dari ketergantungan opioid. Motivasi yang bersangkutan harus didukung oleh keluarga terutama dalam menekuni terapi rumatan naltrekson yang cukup lama.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisis, laboratorium, foto toraks dan puasa di rumah minimal 12 jam. Setelah syarat-syarat medis dipenuhi masih diperlukan pernyataan per-setujuan bersangkutan atau walinya sebagai syarat medikolegal untuk tindak medis yang diperlukan sesuai standar profesi atau pro-sedur yang berlaku (informed consent).

Tempat Perawatan DOCA
DOCA dilakukan di Rumah Sakit yang memiliki Unit Perawatan Intensif (ICU) di bawah pengawasan dokter anestesiologi atau intensivis yang sudah berpengalaman. Dalam hal ini peran dokter spesialis anestesiologi tidak terbatas hanya melakukan pembiusan namun harus mengendalikan gejala putus opioid serta menangani gejala sisa DOCA yang mungkin terjadi dalam perawatan se-malam di ICU. Esok harinya pasien diperbolehkan pulang ke rumah sekaligus dimulai terapi perawatan dengan naltrekson

Efek Samping DOCA
Gejala sisa DOCA dapat timbul dalam beberapa hari setelah prosedur. Secara pelan-pelan tapi pasti semua akan menjadi normal kembali sebagaimana yang diharap-kan asal tidak lupa menggunakan naltrekson tiap hari. Gejala sisa yang dialami dapat be-rupa nyeri otot, mual, letih, dsb yang dapat diobati dengan cara-cara konservatif.

Senin, 18 Juli 2011

PINTU TOBAT TETAP TERBUKA

“PALLIATIVE CARE” BIDANG SPIRITUAL bagian 3

Tangga Pertama Penyucian Jiwa

Tangga dan tingkatan pertama yang harus dilakukan oleh setiap insan dalam proses penyucian diri adalah tobat sebelum ia melanjutkan pada tingkatan selanjutnya. Untuk mencapai puncak kesucian, seorang mukmin diharuskan untuk bertobat dari dosa-dosa besar, kemudian dari dosa-dosa kecil, dari perbuatan-perbuatan makruh, dan dari perbuatan syubhat.
Tobat yang Benar
Tobat yang dimaksud adalah tawbatan nasûha yaitu tobat yang membuat orangnya menyesal atas dosa-dosanya yang lampau dan betul-betul tidak akan berbuat dosa lagi walau sekecil apapun.

Berbaik Sangka Kepada Allah

Sebelum memulai untuk memasuki fase pertobatan hendaknya bagi setiap mukmin untuk meyakini terlebih dahulu bahwa Allah Swt. akan menerima tobatnya. Karena Allah telah berfirman, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”

Jangan Terlambat Tobat!

Pintu tobat selalu terbuka seiring dengan kehidupan manusia di bumi, karena setelah nyawa berpisah dari jasad, pintu tobat itu segera tertutup. Jangan sampai, kita selalu umat Islam menyesal kelak di kemudian hari. Seperti digambarkan al-Qur’an tentang sikap orang-orang zalim dan mereka adalah orang-orang yang merugi di akhirat, “Tuhanku! Mengapa Engkau tidak memberi waktu kepadaku (menangguhkan [kematian]-ku) barang sejenak?” (Qs. 63: 10).

Menjadi Kekasih Allah

Salah satu indikasi bahwa Allah membuka pintu tobat bagi setiap hamba-Nya adalah bahwa setiap orang yang bertobat akan menjadi kekasih Allah dan tobatnya dari setiap dosa menjadikannya laiknya bayi yang baru lahir tanpa goresan (dosa) sedikitpun. Sedemikian besarnya keagungan Allah Swt. menerima tobat dari setiap hamba-Nya dan membukanya bagi siapapun yang berserah diri.

Mekanisme Tobat

Untuk dapat mencapai derajat tobat nashûhâ yang utama dilakukan oleh seorang mukmin adalah seseorang terlebih dahulu melakukan pelatihan-pelatihan persiapan secara ruhaniah atau preconditioning. Selain itu, seseorang juga harus terlebih dahulu menyadari bahwa dirinya melakukan perbuatan dosa dan dirinya sudah tidak mampu lagi sehingga ia menyerahkan (pasrah) diri kepada Allah Swt.

Komponen Tobat

Menurut Imam al-Ghazali, komponen tobat ada tiga, yakni:
  • Pengetahuan atau ilmu;
  • Tekad yang kuat;
  • Praktis dalam tobat. 
Komponen Pengetahuan (I)

Komponen pengetahuan dalam bertobat adalah mengetahui setiap dosa dan kesalahan yang telah dilakukannya di hadapan Rabb-Nya, dengan mata terbuka, melepaskan sumbatan di telinga dan mengusir kegelapan dari akalnya, untuk melihat, mendengar dan merasakan tentang kesalahan-kesalahannya itu.

Jangan Buat Allah Murka!

Manusia selalu mendorong murka Allah dengan melakukan maksiat, sedangkan ia adalah orang yang amat membutuhkan Allah. Pada disi yang lain, Allah tidak menutup pintu-Nya bagi hamba-hamba-Nya, meskipun mereka telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, dan Allah terus memanggil mereka.

Rasul pun Selalu Istighfar

Dalam banyak hadits bahkan disebutkan, kepribadian Rasulullah yang terhindar dari dosa dan telah dijamin oleh Allah untuk masuk surga, bertobat sebanyak seratus kali dalam sehari. Wahai manusia, bertobatlah kepada Allah, sesunggunghnya aku bertobat kepada Allah dalam sehari sebanyak seratus kali.” (Hr. Muslim)

Meningkatkan Keruhanian

Ketika manusia taat kepada Allah berarti tiupan ruh ilahiah mengalahkan unsur tanah, unsur ruhani mengalahkan unsur materi, atau unsur Rabbani mengalahkan unsur tanah yang rendah. Maka manusia meningkat dan mendekat kepada Rabb-nya, sesuai dengan usahanya untuk meningkatkan unsur ruhaninya ini. 

Komponen Tekad (II)

Jika penyesalan itu berkaitan dengan masa lalu dan kesalahan yang telah diperbuat oleh seseorang yang hendak bertobat, ada dimensi tobat yang berkaitan dengan masa depan dan tentang kemungkinan ia melakukan pengulangan perbuatan dosa itu lagi. Aspek ini juga berkaitan dengan upaya seseorang untuk mengganti kesalahan yang telah ia perbuat sebelumnya, yaitu dengan bertekad untuk meninggalkan kesalahan sebelumnya dan bertobat darinya secara total, berjanji tidak akan kembali melakukan perbuatan itu untuk selama-lamanya.

Komponen Praktis (III)

Dalam tobat terdapat unsur praksis yang harus dijalankan, hingga hakikat tobat dapat dipenuhi, serta ia dapat memberikan hasilnya bagi jiwa manusia dalam kehidupan.

Rangkaian Tobat

Di antara rangkaian praktik yang harus dilakukan oleh seseorang yang hendak mencapai taubah nasuha, adalah:
  • Meninggalkan kemaksiatan secepatnya;
  • Istighfar;
  • Mengubah lingkungan dan teman;
  • Mengiringi perbuatan buruk dengan perbuatan baik;
  • Agar tobat ditujukan kepada Allah SWT.

MATERI PELATIHAN PALLIATIVE CARE
Pusat Studi dan Pengembangan Perawatan Paliatif 
Lembaga Kesehatan NU 
Gedung PBNU lt 7
Jl. Kramat raya 164 jakarta 13810


Kembali ke depan

“PALLIATIVE CARE” BIDANG SPIRITUAL Bagian I

Renungan
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilayhi raaji'uun". Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. al-Baqarah [2]: 155-157)

HAKIKAT SAKIT
Musibah adalah keniscayaan yang pasti dialami oleh setiap manusia, dari dahulu hingga sekarang, tua dan muda, laki-laki dan perempuan. Menghindari atau menangkal suatu musibah bukan merupakan jalan keluar.

Rasulullah pun Pernah Sakit
Sakit yang menimpa seseorang merupakan ketentuan yang pasti menghampiri setiap manusia, termasuk Rasulullah sendiri, yang merupakan kekasih Allah.

Jangan Putus Asa!
Sikap marah, benci, ataupun kecewa dengan sakit yang diderita bukanlah sikap seorang muslim yang baik, karena dengan begitu berarti telah berputus asa dengan rahmat dan kasih sayang Allah Swt.

Ujian Untuk Semua
Dalam Islam, sakit merupakan cobaan atau ujian yang diberikan Allah Swt. Tidak hanya kepada orang yang sedang menderita sakit, tetapi juga kepada orang di sekitarnya.

Sakit Nabi Ayyub
ž  Nabi Ayyub yang menderita Kusta. Sekujur tubuhnya dipenuhi dengan ulat belatung, kecuali hati yang selalu berzikir mengingat Allah. Kesabaran dan ketabahannya, Nabi Ayyub lulus ujian Allah.
ž  Tetapi tidak bagi keluarganya, karena dalam masa sakitnya ini, salah satu isteri dan anak-anaknya meninggalkan Nabi Ayyub As. dalam kesendirian.

Sakit pun Berpahala
Allah memberikan suatu ganjaran besar bagi orang yang tabah dan sabar menerimanya, karena sakit atau gangguan lainnya justru akan menggugurkan kesalahan-kesalahannya sebagaimana pohon menggugurkan dedaunan.
Hadis Nabi, Rasulullah Saw, bersabda, “Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah berupa sakit atau lainnya, melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya." (Hr. Al-Bukhari dan Muslim)

Sakit Bukan Hukuman
Rasulullah mengajarkan agar tidak berkeluh-kesah atau putus asa dengan rasa sakit, tetapi justru memaknai hal itu sebagai sebuah anugerah dan karunia dari Allah Swt. yang diberikan kepada hamba-Nya. Sakit yang dirasakan oleh setiap insan boleh jadi menjadi penghapus kesalahan-kesalahan yang dilakukannya semasa ia hidup di dunia. Dengan perkataan lain, musibah sakit yang menimpa seseorang tidak dimaknai sebagai hukuman atau azab, akan tetapi semakin ia banyak ditimpa sakit, maka semakin besar pula peluang penghapusan dosa-dosa dan kesalahannya.

Pasrah Setelah Berusaha
Adanya jaminan dari Allah Saw. bahwa sakit merupakan sarana penghapusan dosa bagi manusia bukan berarti pula harus pasrah dan merasakan saja penderitaan tanpa ada usaha untuk menyembuhkannya. Tawakal dalam Islam dimaknai sebagai suatu kepasrahan dan penerimaan terhadap apa yang akan terjadi setelah berusaha dan melakukan upaya untuk terwujudnya sebuah tujuan atau maksud. Artinya, dalam kondisi sakit setiap orang pasti menghendaki adanya kesembuhan, untuk mencapai itu perlu adanya suatu usaha atau upaya untuk mengobatinya.

Setiap Penyakit Pasti Ada Obatnya
Penyakit diciptakan Allah dan Dia pula yang menyediakan obat atau penawarnya.
Sabda Rasulullah, "Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan untuk penyakit itu obatnya.“  (Hr. Al-Bukhari)

Tetap Optimis
Allah mendorong setiap hamba-Nya yang tertimpa penyakit untuk selalu optimis, karena setiap penyakit ada obatnya, tetapi juga tidak melepaskan sakit itu an sich urusan duniawi, karena sakit yang diderita dapat menghapuskan kesalahan dan dosa yang telah dilakukan.

ISTIRJA

Kalimat istirja’ adalah “Innaa lillaah wa Innaa Ilahi Raaji’uun”, yang artinya “Sesungguhnya kita semua adalah milik Allah dan kepada-Nya pula kita akan kembali”. Kalimat ini bermakna bahwa manusia tidak mampu berbuat apa-apa ketika Allah menghendaki terjadinya sesuatu, termasuk musibah atau kematian.

Istirja’, Ikrar Kehambaan
UngkapanInnâ Lillâhi merupakan ikrar terhadap kehambaan manusia dan kepemilikan mutlak bagi Allah, sementara wa innâ ilayhi râji’un merupakan ikrar bahwa setiap makhluk dan kenikmatan yang menyertai bersifat fana (sementara) dan semuanya akan kembali kepada-Nya.

Kapan Mengucapkan Istirja’?
Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil. Firman Allah
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Innaa lillaahi wa innaa ilayhi raaji'uun". Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang Sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. al-Baqarah [2]: 155-157)

Kabar Gembira bagi yang Sabar
Menurut Imam al-Syafi’i, ketakutan ini meliputi beberapa halkelaparan, kekurangan harta, serta dikurangi jiwa, dan buah-buahan, sakit yang menimpaatau kematian anak-anak. Dari kondisi ini, Allah Swt. memerintahkan kepada Rasulullah Saw. untuk memberikan kabar baik kepada orang-orang yang ditimpa musibah, maka katakanlah secara lisan dan di dalam hati secara bersamaan, bahwa “kami sesungguhnya berasal dari Allah atau kami adalah hamba Allah dan hanya kepada-Nya pula kami akan kembali” setelah kematian.

Sekadar Pinjaman!
Menurut Abu Bakar al-Qaraq, Inna lillahi berarti bahwa segala sesuatu adalah milik Allah dan innâ lilâhi râji’un merupakan suatu ikrar dalam diri manusia dengan kehancuran setiap apa yang dipinjamkan Allah tersebut. Mereka yang mengakui tentang eksistensi milik Allah inilah yang menjadikan seseorang mendapatkan ampunan (maghfirah) dan kasih sayang (rahmat) dari Allah, serta sebagai orang yang diberikan petunjuk.
Beberapa rangkaian ayat ini turun Allah Saw. pasca perang Badar dan saat itu terdapat empat belas orang umat Islam yang meninggal di medan perang, delapan orang dari Anshar dan enam orang dari Muhajirin. Kemudian orang-orang berkata tentang kematian ini, bahwa mereka yang wafat telah kehilangan kesenangan dan kenikmatan duniawi. Dari sini Allah kemudian menurunkan ayat ini.
Menurut Wahbah al-Zuhayli, kenikmatan duniawi inilah yang membedakan seorang muslim yang sejati dan mereka yang munafik, karena bagi mukmin sejati seluruh kenikmatan dan kesenangan yang ada di dunia hanya bersifat sementara dan akan kembali kepada-Nya. Sedangkan munafik, menjadikan kenikmatan duniawi sebagai tujuan kehidupan dan sangat merasa takut jika kenikmatan ini diambil darinya.

Penyakit Hubbudun-ya
Ketakutan yang berlebihan terhadap urusan duniawi inilah yang menjauhkan seseorang dari Allah, karena pada saat yang sama ia telah menyampingkan Allah dari kehidupannya.

Kasih Sayang bagi yang Sabar
Orang-orang yang bersabar dijanjikan dengan kebaikan dari setiap musibah yang menimpanya, pahala tanpa perhitungan (hisâb), dan bagi mereka itu ampunan dari setiap dosa dan keburukan yang dilakukan. Dengan bersabar mereka juga diberikan kasih sayang (rahmat), berupa kesejukan hati dan ketenangan jiwa ketika tertimpa musibah. Orang-orang yang bersabar dalam musibah akan diberikan petunjuk kepada kebenaran, kebaikan, dan kepada perbuatan-perbuatan yang bermanfaat, sehingga mereka menjadi orang-orang yang menang di dunia dan akhirat.

MATERI PELATIHAN PALLIATIVE CARE
Pusat Studi dan Pengembangan Perawatan Paliatif
Lembaga Kesehatan NU
Gedung 
PBNU lt 7Jl. Kramat raya 164 jakarta 13810


Kembali kedepan

“PALLIATIVE CARE” BIDANG SPIRITUAL Bagian II

Jangan Apriori dengan Musibah!

Nikmat kasih sayang inilah yang tidak didapatkan oleh orang-orang yang kufur kepada Allah, karena mereka berpandangan sempit terhadap dunia dan putus asa ketika tertimpa musibah, bahkan tidak jarang dari mereka yang memilih untuk bunuh diri.

Mengapa Sabar dan Syukur?
Menurut Umar ibn al-Khaththâb, orang yang tertimpa musibah akan mendapatkan kenikmatan, yaitu:
ž  Musibah itu tidak menimpa nikmat iman dan Islam yang telah diberikan;
ž  Tidak diberikan musibah yang lebih besar;
ž  Allah akan memberikan ganjaran dan pahala yang besar kepadanya.

Keniscayaan Musibah
Menurut al-Maraghi, Allah Swt. akan memberikan musibah kepada siapapun dan menunjukkan pula bahwa seseorang yang beriman kepada Allah belum tentu akan diberikan kelapangan rizki (kekayaan) atau dihindarkan dari ketakutan-ketakutan (musibah), karena semuanya terjadi seiring dengan Sunnatullah atas makhluknya.

Iman Sebagai Benteng

Musibah akan datang ketika sebab-sebabnya muncul, sehingga iman yang sempurna adalah ketika kuat dan tabah dengan semua ujian ini. Ketabahan dan kekuatan inilah yang mendorong seorang mukmin mampu mengatakan “Innâ lillâhi wa innâ ilayhi râji’un” ketika tertimpa musibah, karena ungkapan ini juga sebagai manifestasi dari keimanan seseorang terhadap qadhâ dan qadar, serta prasangka baik dan penerimaan secara tulus kepada ketentuan dan ketetapan Allah.

Rasul pun Pernah Bersedih
Kesabaran ini bukan berarti menafikan kesedihan ketika tertimpa musibah, karena hal itu juga merupakan sebuah naluri manusia yang memiliki perasaan dan kasih sayang. Bahkan, diceritakan bahwa Rasulullah sendiri menangis tatkala anaknya, Ibrahim, meninggal.

KESABARAN DAN KEPASRAHAN

Allah Pemilik Hakiki
Ketika seorang muslim mengakui bahwa setiap kenikmatan dan makhluk yang ada di muka bumi adalah milik Allah, maka yang harus disadari oleh setiap mukmin adalah bahwa setiap titipan yang diberikan untuk sementara, baik itu harta, jiwa, dan kenikmatan duniawi lainnya, pada suatu waktu pasti akan diambil oleh Allah. Yang mungkin dilakukan setiap mukmin adalah bersabar dan tabah dalam setiap musibah ini.

Dua Bagian Iman
Menurut Imam al-Ghazali, berdasarkan Hadis dari Abu Manshur al-Daylami, keimanan terbagi menjadi dua bagian, yaitu kesabaran dan syukur. Orang yang tidak mengetahui hakikat kesabaran dan syukur, sama halnya tidak mengetahui keimanan.

Sabar itu Mulia
Allah banyak menyebutkan di dalam al-Qur’an tentang kemuliaan orang-orang yang bersabar. Mereka yang bersabar terhadap segala cobaan dan musibah, akan mendapat  ganjaran yang terbaik dan diberikan balasan berlipat-ganda dari apa yang telah dilakukannya, diberikan pahala tanpa adanya hisâb, dan Allah sendiri yang mengakui bahwa diri-Nya bersama orang-orang yang bersabar.

Sabar Kunci Kemenangan
Sabar dalam menghadapi hidup dan tidak mudah putus asa merupakan syarat atau prakondisi bagi kemenangan suatu kelompok dalam perjuangannya. Walaupun suatu kelompok itu sedikit, tetapi kalau tabah, penuh disiplin, tidak mudah putus asa, maka kelompok ini mampu mengalahkan yang banyak. Hal ini terkati dengan pengalaman Nabi Daud as. yang memimpin sebuah tentara berjumlah kecil tetapi bisa mengalahkan tentara Jalut yang besar jumlahnya.

Sabar Sumber Kekuatan
Allah menyertai hamba yang tabah, dan dengan ketabahannya itu pula mereka diberikan kekuatan di luar kebiasaan dan mampu mengalahkan kekuatan yang jauh lebih besar.

Sabar sebagai Terapi
Ketabahan dan kesabaran menjadi terapi yang memunculkan semangat di antara kaum beriman di luar dari pikiran manusia. Sebaliknya, ketergesa-gesaan dan rasa putus asa justru dapat merugikan diri sendiri, seperti halnya terjadi tatkala pasukan umat Islam dikalahkan oleh pasukan Khalid bin Walid hanya karena umat Islam tidak sabar untuk menikmati harta rampasan perang, padahal kemenangan telah di hadapan mata.

Sabar sebagai Landasan Jiwa
Untuk itu, di dalam al-Qur’an, kesabaran dikaitkan dengan salat seorang hamba, karena kesabaran dan ketabahan merupakan landasan bagi jiwa ketika mengemban sesuatu yang tidak diharapkan keberadaannya, sementara salat yang mampu menguatkan kepercayaan seorang hamba kepada Tuhannya dan mengecilkan semua permintaannya atas kesulitannya. Sebesar dan sebanyak apapun permintaan yang dimohonkan oleh seorang hamba adalah kecil dan mudah di sisi Allah.

Sabar Manivestasi Kualitas Batin
Kemudian, kesabaran merupakan perbuatan yang paling mulia secara batin, seperti halnya sholat merupakan ibadah paling mulia secara zhahir. Ketika seorang hamba telah menyerahkan dirinya kepada Allah, seraya beribadah dengan penuh ketundukan dan kepasrahan dalam setiap rangkaian salatnya, maka Allah Swt. berjanji bahwa Dia akan senantiasa bersama orang-orang yang sabar dan tabah, menjadi Penolong baginya, dan menjawab semua permintan hamba-Nya.

Allah Bersama Orang Sabar
Sebagaimana diketahui, telah menjadi Sunnatullah bahwa setiap pekerjaan yang besar tidak akan berhasil tanpa dibarengi dengan konsistensi dan ketekunan, yang semuanya bermuara pada kesabaran. Siapa saja yang bersabar dalam setiap perbuatan dan tingkah lakunya, maka sesungguhnya ia berada pada Sunnatullah itu dan Allah Swt. bersamanya, Dia akan memudahkan semua urusannya dan memberikan jalan keluar atas kesulitannya. Sementara bagi mereka yang tidak bersabar, maka Allah Swt. tidak menyertainya, karena mereka telah keluar dari sunnah-Nya, dan pada akhirnya tidak akan tercapai tujuan dan maksudnya.

Hidup adalah Cobaan

Kesabaran dan ketabahan juga menggambarkan suatu keyakinan dari seorang mukmin, bahwa dunia ini dipenuhi dengan cobaan dan usaha. Musibah, tidak selamanya bersifat buruk atau baik bagi manusia, tetapi pada hakikatnya ia merupakan suatu ujian yang mau tidak mau akan dirasakan oleh setiap insan. Allah Swt. berfirman, “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya).” (Qs. al-Anbiya’ [21] ayat 35).

Ujian Orang Beriman
Allah memberikan ujian kepada orang-orang mukmin dengan ujian yang baik” (Qs. Al-Anfâl [8]: 17). Allah Swt. berikan seseorang paras yang baik adalah untuk menguji rasa syukurnya kepada Allah, seperti halnya Allah memberikan ujian dengan sesuatu yang dibenci hamba-Nya untuk menguji seberapa besar kesabaran dan ketabahannya. Dalam hal ini, Allah meletakkan kebaikan dan keburukan yang ada di setiap insan sebagai ujian.

Buah Kepasrahan
Selanjutnya, dengan kesabaran dan ketabahan ini, Allah Swt. berjanji bahwa mereka yang sabar dan tabah tidak akan merasa khawatir atau takut dengan sikap yang dijalaninya, karena hal itu merupakan konsekuensi dari penyerahan dirinya secara penuh kepada Allah Swt. dengan memperbaiki diri dalam perbuatan yang baik.

Mengambil Hikmah
Seorang beriman, ketika tertimpa musibah, akan mencari sebab-sebabnya untuk dicarikan jalan keluar, namun ketika upaya mencari solusi itu telah dilakukan dan tidak mungkin bisa mengatasinya, maka ia kembalikan semua urusannya kepada Allah Swt. Dalam kondisi ini, ia tidak akan tertekan ataupun bersedih, karena  ia telah menyandarkan semua urusan dan kesulitannya kepada Allah.

Jangan Syirik!
Orang yang tidak bersabar akan selalu merasa bersedih dan takut dengan apa yang akan diterimanya, dan ketika tertimpa musibah dari apa yang mereka lakukan, mereka pun berputus asa bahkan tidak jarang dari mereka yang meminta pertolongan kepada yang gaib, selain Allah.

Kesabaran sebagai Benteng
Menurut Wahbah al-Zuhayli, kesabaran merupakan benteng pertama dalam setiap musibah, ia menjadi perwujudan dari keimanan seseorang terhadap qadhâ dan qadar, pengharapan terhadap pahala dari Allah atas musibah yang ditimpanya, dan akan dibalas oleh Allah dengan sesuatu yang lebih baik bagi hamba-Nya dari apa-apa yang ada di dunia dan dimasukkan ke dalam surga-Nya.

MATERI PELATIHAN PALLIATIVE CARE
Pusat Studi dan Pengembangan Perawatan Paliatif
Lembaga Kesehatan NU
Gedung 
PBNU lt 7Jl. Kramat raya 164 jakarta 13810


Kembali kedepan

FORUM PALLIATIVE CARE LAMPUNG TERBENTUK

FORUM PALLIATIVE CARE LAMPUNG TERBENTUK

Pada tanggal 18 Juni 2011 seluruh peserta pelatihan Palliative Care Lampung bersepakat untuk membentuk Forum yang diberi nama :

FORUM PALLIATIVE CARE LAMPUNG

yang diketuai oleh : dr. Hj. Aida Fitriah Subandi dan Sekretaris : Ali Sutiyono dan dibantu oleh pengurus lainnya.

Forum tersebut sabagai sarana informasi dan komunikasi sesama anggota dan masyarakat, dan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat khususnya penderita HIV/AIDS, sebagai pengamalan dari ilmu yang diperolehnya.

Pelayanan yang bisa diberikan adalah :
  • Bantuan pelayanan Palliative Care baik di Rumah Sakit maupun di Masyarakat
  • Pemulasaraan Jenazah bagi penderita HIV/AIDS
  • Penyuluhan dan pembinaan kelompok masyarakat

Sukses untuk Forum dan semoga mendapatkan Rahmat dan Barokah dari Allah SWT, Amin.

Pelatihan Palliative Care bagi Penderita HIV/AIDS

Palliative Care bagi penderita HIV/AIDS merupakan informasi baru khususnya di Provinsi Lampung, dimana selama ini penanggulangan terhadap kasus HIV/AIDS lebih difokuskan pada pencegahan pengobatan dan perilaku sosial lingkungan penderita.

Permasalahan terhadap penderita HIV/AIDS ternyata bukan hanya itu, tetapi perlakuan pada saat menjelang akhir hayat dan terhadap jenazahnya juga menimbulkan masalah yang cukup besar.

Nahdlatul Ulama memandang perlu untuk ikut berperan disamping terhadap pencegahan, pengobatan dan perilaku sosial lingkungan penderita juga masalah Palliative Care dan Pemulasaraan Jenazahnya, khusus bagi beragama Islam.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bekerja sama dengan PWNU Provinsi Lampung dan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung telah mengadakan Pelatihan Palliative Care dan Pemulasaraan Jenzah bagi Penderita HIV/AID, yang diselenggarakan pada tanggal 17 dan 18 Juni 2011, bertempat di Hotel Indra Puri Bandar Lampung.

Acara dibuka secara resmi oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Provinsi Lampung, yang diwakili oleh Wakil ketua Tanfidziyah (dr. H. Achmad Farich, MM), dengan Pembicara pada pelatihan tersebut adalah :
  • Prof. Ridwan Lubis (PBNU)
  • DR Drg Helwiah U. MPH (PBNU)
  • Dr Wan Nedra Komaruddin, (PBNU)
  • Dinas Kesehatan Provinsi Lampung
Peserta pelatihan adalah 5 orang dokter, 5 orang perawat dan 5 orang tenaga relawan se Provinsi Lampung dan alhamdulillah peserta sangat antusias mengikuti materi pelatihan sampai dengan selesai.